Rahasia Dibalik Angka
Secara sederhana angka memang tidak
menyimpan rahasia apapun, kecuali sebagai media perhitungan. Mewakili jumlah
“sesuatu”. Namun, tidak jarang pula orang suka mengotak-atik angka untuk dicari
maknanya. Bahkan, ada beberapa angka sangat digandrungi sebab diyakini membawa
keberuntungan. Begitu pula, ada angka yang dijauhi, tidak diminati sebab bisa
membawa sial. Begitulah, kenyataannya angka tidak berhenti hanya sebagai
perhitungan tetapi mempengaruhi peruntungan dan kebuntungan.
13 merupakan angka yang sangat tidak
disukai. Konon, angka tersebut angka naas, angka sial atau sejenisnya. Padahal
kalau dipikir-pikir, bukankah 13 juga angka selayaknya angka 12, 11, 14 atau
yang lainnya. Tetapi, mengapa banyak yang menghindari? Sedangkan angka 9
diyakini angka yang baik, meski kebaikan seperti apa juga tidak diketahuinya?
Apakah masalah beruntung-celakanya dari
angka sebetulnya hanya sugesti mental, tahayul-tahayul yang berurat akar pada
masyarakat? Ataukah memang angka-angka, kombinasinya menyimpan kekuatan di
dalamnya? Sehingga dia (angka) bukan lagi sebagai alat pembilang suatu hal
semata?
Bidang numerology dan
daya magis angka telah menarik perhatian umat manusia selama ribuan tahun.
Matahari dan bulan, sebagai tanda-tanda dalam buku agung alam semesta menjadikan
manusia merasa bahwa angka-angka memiliki berbagai keistimewaan khusus yang
bukan hanya mengelilingi serta menunjukkan ruang dan waktu dalam
rumusan-rumusan abstrak, melainkan juga menjadi bagian dari sebuah sistem
hubungan yang misterius dengan bintang-bintang dan berbagai fenomena alam
lainnya. Pengetahuan tentang makna dan rahasia angka-angka tercermin dalam
adat-istiadat, cerita rakyat, kesusastraan, arsitektur, dan musik yang
dipandang sebagai memanifestasikan harmoni kehidupan. Simbolisme angka memang
sangat beragam, dan berbagai kesamaan yang menakjubkan dalam menafsirkan
angka-angka bisa ditemukan dalam berbagai kebudayaan yang berbeda.
Buku “The Mystery of
Numbers (Miseri Angka-Angka)” yang ditulis oleh Annemarie Schimmel
ini mencoba menelusuri kepercayaan-kepercayan mengenai angka dari berbagai
peradaban kuno dan tradisi agama Islam, Yahudi, dan Kristen.
Setiap peradaban memiliki tanda-tanda
angkanya sendiri. Kita bisa membayangkan quipus (tali-tali
yang diikat dengan berwarna-wrni untuk mencatat kejadian atau mengirim berta di
zaman dahulu) di mana utang-utang digoreskan dengan garis-garis yang berbeda.
Ungkapan dalam bahasa Jerman, Etwas auf dem kerbholz haben, “memiliki seuatu tentang catatan seseorang”, dalam
pengertian bahwa ia telah melakukan sejumlah dosa atau pelanggaran,
mencerminkan cara berhitung terkemudian.
Angka Arab, seperti yang telah kita
kenal dan dipakai sekarang, mengikuti huruf-huruf semitik kuno, yang disebut abjad, dan karena setiap huruf memiliki
makna ganda, kita dapat dengan mudah membentuk hubungan antara nama-nama,
kata-kata yang bermakna, dan angka-angka.dalam tradisi Islam seni mengasilkan
kronogram-kronogram yang elegan dan sangat maju, dan pada waktu-waktu kemudian
judul sebuah buku bisa digunakan untuk mencatat tanggal selesai penerbitannya:
judul sebuah buku dalam bahasa Persia, Bagh u Bahar (Taman
dan Musim Semi), misalnya, menunjukkan nilai angkanya (2+1+1000+6+2+5+1+2+200),
yang berarti bahwa buku ini disusun tahun 1216 H (1801/2 M).
Kepercayaan kuno pada tatanan angka
telah menggiring, seperti dalam kasus Kepler, pada penemuan-penemuan ilmiah,
tetapi jauh lebih sering mendorong pada manipulasi-manipulasi magis.
Kepercayaan pada kekuatan mistisisme angka seperti ini masih bertahan hingga
sekarang.
Semisal angka 9, dapat
diinterpretasikan secara bermacam-macam. Ternyata angka Sembilan tidak hanya
sebagai angka keberuntungan, tetapi juga angka kenegatifan, misalnya Petrus
Bungus yang menyamakan angka Sembilan dengan sakit dan kesedihan dan mengatakan
bahwa mazmur kesembilan berisi ramalan antikristus.
Interpretasi lain yang telah dikenal
sejak zaman kuno menekanan watak angka 9 yang nyaris sempurna. Troy dikepung
selama 9 tahun, dan Odysseus menempuh perjalanan dalam rentang waktu yang sama.
Sembilan malaikat dalam Dante adalah refleksi dari kesempurnaan angka 3, yang
kemudian dilengkapi dengan Tuhan yang Esa yang meliputi segala sesuatu sehingga
membentuk keutuhan 10. Interpretasi “surgawi” lain atas angka 9 bisa ditelisik
dari perannya sebagai hasil 8 +1, keindahan agung dan tinggi.
Kedudukan 9 yang serupa bisa dijumpai
di dalam filsafat Ikhwan ash Shafadengan tingkat eksistensinya: satu
pencipta, 2 jenis intelek, 3 jiwa. 4 jenis materi, 5 jenis alam, alam badaniah
yang ditentukan dengan 6 arah, 7 langit berplanet, 2 x 4 unsur, dan terakhir 3
x 3 tingkat kerajaan bintang, tumbuhan dan mineral.
Menurut kosmologi Islam, alam semesta
dibangun dengan 9 langit. Di luar bumi terdapat langit bulan. Di atasnya
terdapat langit Merkurius dan Venus. Langit matahari merupakan titik tengah di
antara 7 langit berplanet, dan, karenanya, sering disebut “Pusat Alam Semesta.”
Tiga langit berplanet dan selebihnya adalah langit Mars, Yupiter, dan Saturnus.
Di luar itu ada langit kedelapan, yakni langit yang berisi bintang-bintang
dengan kedudukan tetap. Sampai di sini struktur alam semesta sama seperti yang
dikemukakan oleh Ptolemy, tetapi astronom Tsabit ibn Qurrah dan Harran (w.901)
menambahkan langit kesembilan untuk menjelaskan apa yang dianggapnya semacam
“kacaunya panjang siang dan malam,” dan kebanyakan astronom Muslim mengikuti
pendapat-pendapatnya. Langit kesembilan biasanya disebut falak al-falak, “langitnya langit”, dan langit
kesembilan ini diyakini tidak mempunyai bintang (hal. 170).
Dalam sebuah artikel “Triskaidekaphobia”
(ketakutan pada angka 13), Paul Holfman menulis di Smithsonian Magazine Februari 1987 bahwa fobia yang namanya
sulit dieja ini “menelan biaya satu miliar dolar Amerika per tahun karena fobia
itu menyebabkan orang mangkir dan pembatalan keberangkatan kereta dan pesawat
terbang, serta mengurangi aktivitas perdagangan pada tanggal tiga belas setiap
bulannya”.
Kenapa ketakutan ini terjadi? Apa yang
menjadi tonggak permasalahan dengan angka 13 sehingga begitu fobianya? Dan
apakah semua peradaban, angka 13 dianggap angka buntung?
Tradisi Kristen memandang ketakutan
angka 13 ini sebagai sebuah kenangan akan Jamuan Terakhir. Waktu itu, salah
seorang murid—ketiga belas—mengkhianati Yesus. Namun, munculya peran negatif
angka 13 dalam peradaban-peradaban Timur Dekat dan budaya-budaya yang berasal
darinya jauh lebih awal. Seperti 11, 13 adalah angka yang melampui sebuah
sistem utuh yang dilambangkan dengan 12, angka zodiac. Masih dalam tradisi
Kristen, dengan berpatokan pola 12 + 1 pada Jamuan Terakhir, sering disebut
sebagai angka hierarki-hierarki infernal. Sama halnya, tukang-tukang sihir
sering tampil dalam kelompok-kelompok 13. Angka ini secara umum dikaitkan
dengan sihir dan black magig, dan di sini kotak magis yang
bertalian dengan Mars memainkan peran penting, karena angka sentralnya adalah
13, dan jumlahnya selalu sama dengn 5 x 13.
Dalam dongeng Eropa, misalnya, 1 anak
perempuan dan 12 anak laki-lakinya (yang kerap disihir menjadi binatang
sehingga ia harus menyelamatkannya). Cerita-cerita Yunani. Kapten 13 dibuang ke
dalam jurang yang sangat dalam sebagai awak terakhir, meski demikian ia
selamat. Di Prancis, konon, setan selalu minta korban setiap orang ketiga belas
yang melewati sebuah jembatan tertentu sebelum akhirnya diselamatkan oleh
anggota ketiga belas dari sekelompok orang lain.
Tetapi tidak selalu angka 13 dianggap
sebagai angka buntung, malah sebaliknya sebagai angka untung. Suku Maya, dalam
agama Maya Kuno angka 13 mempunyai nilai yang penting. Dalam salah satu varian
dari angka 19 angka ditambah dengan nol yang disebut dengan varian “berkepala,”
13 angka dibedakan dengan tanda kepala dewa yang berlainan. Selain itu, 20
tanda untuk hari-hari selama satu bulan dikombinasikan dengan angka-angka 1-13,
dan penyusunan sebuah kalender dilakukan dengan ramalan (prognostication).
Sebagaimana dalam kebudayaan Maya Kuno,
13 juga dianggap sebagai angka sakral dan menguntungkan dalam tradisi Ibrani.
Cabala memandangnya sebagai angka keberuntungan karena nilai numeriknya dalam
bahasa Ibrani membentuk kataAhad “Esa,” sifat terpenting Tuhan. Seorang
peramal Kerajaan Talmud mengatakan bahwa “pada suatu hari nanti tanah Israel
akan terbagi menjadi 13 bagian, dan ketiga belas akan jatuh ke tangan raja
Isa.” Kabala dibagi menjadi 13 sumber surgawi, 13 pintu berkah, dan 13 sungai
minyak balsam yang kelak akan dijumpai orang-orang salih di surga.
Dengan demikian, mengenai kesakralan
suatu angka, untung-rugi yang diyakini di dalamnya belum tentu sama antara
budaya satu dengan yang lain, antara keyakinan satu dengan yang lain.
Sepertinya makna yang terkandung di dalam angka sangat bergantung dari
interpretasi masyarakat yang dikontruks oleh cara pandang, keseharian, bahkan
dikaitkan dengan suatu peristiwa yang terjadi dan menimpa salah satu tokoh yang
dikagumi masyarakat. Dan, mungkin, bagi kita dalam menyermati misteri, rahasia
dalam angka tersebut dengan bertanya: “bagaimana bila?” Itu jalan terbaik untuk
keluar dari kungkungan angka yang bisa saja sampai hari ini menghambat pola
pikir dan kemajuan manusia.
Judul : The Mystery Of Number: Misteri Angka-Angka Dalam Berbagai
Peradaban Kuno dan Tradisi Agama Islam, Yahudi, dan Kriten
Judul Asli : The Mystery Of Number
Penulis : Annemarie Schimmel
Penerbit : Pustaka Hidayah
Tahun terbit : cetakan I, Oktober 2006
Tebal : 315 halaman
ISBN : 979-9109-65-5